Prolog
Rumpun Dayak memiliki banyak anak suku atau sub-suku. Jumlahnya ratusan dan dibedakan secara linguistik. Namun dari banyaknya jumlah sub-suku yang ada di rumpun Dayak tersebut, terdapat pandangan hidup (filsafah hidup), aktifitas, dan artefak (benda-benda fisik) yang serupa, sehingga dapat dikatakan memiliki akar budaya yang sama. Dan tentu saja secara fisik sub-suku yang satu mirip satu sama lain. :)
Salah satu filosofi dasar mengenai budaya Dayak yang menjadi ciri lanskap Dayak secara umum adalah filosofi mengenai MENGHARGAI TANAH. Rumpun suku Dayak sangat menghormati tanah sebagai bagian hidup yang sangat penting bagi keberlanjutan kehidupan mereka. Tanah rusak, maka kehidupan mereka juga akan rusak.
Prinsip 1. Keberlanjutan
Seperti yang telah saya sebutkan sebelumnya, rumpun suku Dayak mendiami daerah pedalaman dan hulu sungai di Kalimantan, sehingga secara tidak langsung merekalah yang menguasai DAS (daerah aliran sungai) yang dalam ilmu ekologi lanskap memiliki peranan penting bagi kehidupan. Dalam mengelola DAS, terutama bagian hulu, rumpun suku Dayak memberlakukan Hutan Adat. Boleh dibilang, dalam setiap pemukiman tradisionalnya sub suku Dayak manapun akan memiliki Hutan Adat. Dan hutan adat ini sebagai investasi bagi keberlanjutan keberadaan mereka di tanahnya.
Prinsip 2. Kebersamaan
Pengelolaan hutan adat sebagai bagian penting bagi kehidupan masyarakat setempat, mendorong kebersamaan dalam pengelolaannya. Dibuat, ditegakkan, dan untuk kepentingan bersama. Oleh karena itu kebersamaan menjadi asas penting dalam pengelolaan lanskap budaya suku Dayak. Tanpa kesepakatan bersama, penegakan hukum tidak akan dapat dilakukan.
Prinsip 3. Keanekaragaman Hayati
Seperti yang kita ketahui, dan masuk akal, bahwa perakaran di hutan-hutan di daerah hulu sungai akan menahan air di tanah, sehingga keberadaan hutan merupakan kemutlakan untuk menjaga daerah sepanjang DAS dari bencana banjir. Selain itu, hutan tentu saja akan menjadi bank plasma nutfah. Dari jenis mikroba, jamur, lichen, tumbuhan monokotil dan dikotil, hewan-hewan mikroskopis hingga makroskopis, avertebrata hingga vertebrata, pisces, amphibi, reptil, aves, hingga mamalia. Tidak heran, hutan di Kalimantan yang heterogen memiliki biodiversitas yang tinggi, termasuk tiga terbesar di dunia setelah Amazon dan Papua.
*Biodiversitas, satu kata yang menjadi motivasi para Sarjana Biologi dan Pemerhati Lingkungan untuk melakukan konservasi. :)
Jadi secara tidak mereka dan kita sadari, (terutama karena masih kurangnya studi mengenai budaya Dayak) rumpun suku Dayak -dan suku-suku tradisional lain di Indonesia- merupakan konservator alami tanpa menempuh pendidikan formal terlebih dahulu. Karena ini menyangkut hidup mereka dan keturunan mereka.
Prinsip 4. Subsisten
Prinsip hidup rumpun Dayak asli pada dasarnya sama dengan masyarakat tradisional pada umumnya. Sederhana, tidak serakah dan berlebihan. Sifat-sifat ini ada karena kepercayaan dinamisme yang mereka yakini, bahwa roh-roh nenek moyang akan marah jika mereka merusak hutan dan tanah mereka. *Ini membuktikan bahwa keyakinan akan sesuatu akan menjadi motivasi kuat untuk melakukan sesuatu, hal besar maupun kecil, secara konsisten*
Lalu, apa hubungannya dengan subsisten? Hubungannya adalah, dari prinsip hidup sederhana tersebut, masyarakat Dayak yang masih memegang adat dituntut tidak boleh serakah. Lahan yang memang telah dibagi-bagi sesuai peruntukannya (istilah kerennya: land-use) yang telah ditentukan adat akan dimanfaatkan sebaik mungkin untuk mempertahankan hidup. Ladang dan sawah dipertahankan untuk memenuhi kebutuhan pangan, sedang hutan adat dipertahankan untuk memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan. Jika ada sumber daya yang lebih atau memang diperuntukkan untuk perdagangan (seperti karet), maka penghasilannya akan digunakan untuk ditukar dengan kebutuhan lain yang tidak dapat dipenuhi sendiri. Dengan kata lain, land-use oleh masyarakat Dayak bersifat subsisten, yakni untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Hal ini mendorong rumpun suku Dayak untuk mempertahankan keberlanjutan lanskap budayanya.
Prinsip 5. Kepatuhan terhadap hukum adat
Dalam budaya pertanian suku Dayak, dikenal langkah pembukaan lahan dengan menebas dan membakar. Masyarakat yang masih melaksanakan adat akan berusaha untuk tidak merugikan orang lain dalam melaksanakan tahapan pertanian ini. Ada aturan adat yang mengikat dan sanksi yang menunggu jika melanggar. Demikian pula untuk berbagai aktifitas kehidupan lain. Meskipun sangat kental dengan mitos, tahayul, dan berbagai hal tidak masuk akal lainnya, kepatuhan masyarakat adat terhadap hukum adat setempat memberikan peluang penegakan hukum yang berlaku, yaitu hukum adat. Prinsip terakhir ini seperti ujung tombak dari keempat prinsip sebelumnya. Tanpa penegakan hukum, aturan yang berlaku akan sia-sia. Hukum apapun itu. :)
Penutup
Ada baiknya kearifan lokal dari prinsip Dayak ini menjadi pertimbangan bagi pemerintah dalam mengelola sumber daya daerah, tidak sekedar menyamakan program pembangunan dari Sabang sampai Merauke -atau Merauke sampai Sabang- karena setiap daerah memiliki kekayaan alamnya masing-masing dan pelajaran dari kehidupan masyarakat setempat mengenai kelestarian alam (kearifan lokal).
Demikianlah penjelasan singkat menurut saya mengenai lima prinsip pengelolaan sumber daya alam oleh masyarakat rumpun Dayak. Untuk hari ini, segini aja dulu, karena saya masih harus memperbaiki proposal penelitian saya.
Over all, semoga bermanfaat. :)
0 comments:
Posting Komentar
Bahasa adalah budaya. Silakan tinggalkan komentar di sini ya! :)